Monday, August 11, 2014

LeTTer to MaRshanDa

Halo Chacha. Begitu kan kamu biasa dipanggil? Kamu pasti tidak mengenal saya, tapi saya mengenalmu, bukan perkenalan seperti teman, tapi saya mengenalmu hanya sebatas karena kamu adalah seorang public figure yang sering muncul di televisi. Memang terlalu lancang jika saya yang tidak pernah bertatap muka denganmu kemudian menilaimu ini itu. Maaf, saya tidak ingin menilaimu, karena bukan hak saya untuk memberimu sebuah nilai. Jika tidak keberatan, bolehkan jika saya berbagi cerita kepadamu.
Saya tidak begitu mempermasalahkan keputusanmu untuk melepas kembali hijabmu, itu hak mu, untuk memilih apa yang pantas dan yang tidak pantas untuk dilakukan seorang public figure. Tapi jujur, kamu terlihat lebih hebat ketika mengenakan hijabmu. Walaupun saya belum berhijab, tapi saya sempat kagum, ketika melihatmu memutuskan memakai hijab. Dan ketika melihat pemberitaan di televisi kamu melepas hijabmu, saya sedikit menyayangkan, kamu seorang motivator, saya hanya berpikir, mungkin kadang seorang motivator yang bisa memotivator orang lain pun belum tentu bisa memotivator dirinya sendiri. Kemudian saya melupakan pemberitaan tentangmu. Tetapi kemudian muncul pemberitaan tentang kamu menggugat ibu kandungmu, saya hanya berpikir sebenarnya apa yang sedang kamu pikirkan. Saya memang tidak tahu seberat apa dan serumit apa permasalahanmu dengan ibumu, tapi percayalah pada saya, saya dan setiap anak perempuan lainnya pasti pernah mempunyai konflik dengan ibu, ya, dengan ibu yang rela mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan kita ke dunia. Tidak peduli besar kecilnya konflik itu. Dulu saya bahkan sempat berkata dalam hati, lebih baik ibu mati saja, dan setelah itu saya menangis semalaman menyesali perkataan saya itu. Saya menangis pada Tuhan agar Dia mengabaikan perkataan saya, karena kata adalah doa, saya takut jika kata saya menjadi doa untuk ibu saya. Kamu seharusnya bersyukur karena kamu masih mempunyai ibu, yang rela memgantarkan kue ulang tahun ke apartemenmu, apapun motifnya, setidaknya kamu masih bisa memandang wajahnya, percayalah, semuak apapun kamu pada ibumu, suatu saat kamu pasti akan merindukannya. Saat Tuhan sudah menginginkan ibumu untuk pulang, dan kamu bahkan tidak bisa melihat wajahnya. Karena saya begitu, ibu saya sudah meninggal Januari yang lalu, dan saat itu, saya bahkan rela membagi jatah usia saya agar ibu saya hidup kembali. Saya berdoa saya rela menukarkan apapun yang saya punya, kebahagiaan saya, keberuntungan saya, semuanya, agar ibu saya kembali hidup. Saya menyesal, karena pernah menjadi anak yang durhaka. Dan penyesalan rasanya amat menyakitkan. Saya bukan mengguruimu, saya hanya berbagi pengalaman saya padamu, agar kamu tidak menjadi seorang anak durhaka yang penuh sesal ketika ibumu sudah pulang kepada-Nya. Bicaralah dengan ibumu, sekejam2nya seorang ibu, dia pasti punya belas kasih untuk anaknya. Bukankah kamu sudah menjadi ibu untuk putri kecilmu. Cobalah bayangkan jika kamu ada di posisi ibumu sedangkan putri kecilmu yang kamu kasihi berlaku sepertimu. Kamu bisa bayangkan kan sakitnya seperti apa?
Salaam..
Semoga selalu diberkahilah kita semua..

No comments:

Post a Comment